METROTODAY, SURABAYA – Sìshui sebagai penyebutan kota Surabaya dalam bahasa Mandarin mungkin masih terlalu asing bagi warga Kota Pahlawan. Bahkan bagi sebagian warga etnis Tionghoa Surabaya sendiri, hanya sebagian yang tahu.
“Anak anak muda banyak yang tidak tahu. Kalau toh ada yang tahu apa itu Sìshui, mereka belum tahu arti harfiahnya,” ungkap pemerhati budaya Tionghoa dan aktivis rumah aksara Puri Rajapatni, Nanang Purwono.
Dijelaskan dia, Sìshui adalah bahasa Mandarin yang berkonotasi atau mengacu pada nama Surabaya. Warga etnis Tionghoa menyebut Surabaya dengan nama Sìshui.
“Ketidaktahuan masyarakat Tionghoa Surabaya terhadap Sìshui bagai sebuah jarak dan lembah yang curam yang memisahkan. Terlalu sayang memang,” ucapnya.
Ia mengatakan, Sìshui secara harfiah berarti empat sungai. Nama Sìshui mengacu pada satu kawasan permukiman yang berada di antara 4 air atau sungai.
Kawasan ini sudah jamak diketahui, yaitu kawasan Pecinan Surabaya, yang sudah beratus tahun dihuni oleh warga etnis Tionghoa.
Namun, warga Tionghoa sekarang tidak atau belum menyadari bahwa kampung Pecinan Surabaya adalah yang dimaksud dengan Sìshu (empat air).
Melalui bingkai Sìshui, sebuah program dokumenter kekinian di Youtube, akan mengulas budaya sejarah Tionghoa di Surabaya.
Program acara Sìshui ini akan dipandu oleh host Miss Tionghoa Indonesia, Fiona, yang akan menjelajah jejak Tionghoa Surabaya, utamanya di kawasan yang pernah dikelilingi oleh empat air atau sungai.
Dalam episode perdana, Sìshui akan membingkai kawasan di antara empat sungai yang masih menyimpan jejak budaya dan sejarah Tionghoa Surabaya.
Kalimas, salah satu sungai yang menjadi jejak kehadiran etnis Tionghoa yang sudah umum diketahui. Dari sanalah penjelajahan budaya bersama Miss Tionghoa berawal.
Tentunya sambil mengenal sungai sungai lain yang pernah jadi tapal batas Sìshui. Seperti jalan Kalimati Wetan, Kalimati Kulon dan Kali Malang.
Selain mengenal Tapal Batas kawasan Pecinan (Sìshui), perjalanan akan menuju ke Sìshui Bio atau Kuil Sìshui atau Kuil Surabaya. Dimanakah Kuil Sìshui Bio ini?
Tidak lain adalah Klenteng yang bernama Hok An Kiong di pojok Jalan Coklat dan Slompretan.
Di tempat inilah para pelaut yang datang dari daratan China awal mula di Sìshui (Surabaya) bertempat dan beristirahat sambil menunggu kembali ke China.
Sebagai pertanda bahwa tempat ini pernah menjadi persinggahan pelaut China adalah adanya dua tiang kapal yang dipasang di depan Klenteng.
Selain klenteng juga ada Rumah Abu Keluarga Han, The dan Tjoa di Jalan Karet. Rumah rumah para Capiten The Sinizen ini meninggalkan kekhasan model arsitektur Tiongkok.
Kemewahan rumah abu ini, misalnya Rumah Abu Han, menunjukkan status sosial ekonomi keluarga. Masih ada beberapa lagi rumah rumah berarsitektur Tionghoa yang tersebar di kawasan Pecinan.
Jejak peradaban Tionghoa di Surabaya lainnya adalah keberadaan bong atau kuburan Tionghoa, yang sekarang sudah menjadi Pasar Bong.
“Masih banyak lagi jejak Tionghoa dan semua akan terbingkai dalam acara budaya Sìshui Bingkai Budaya Tionghoa di Surabaya,” ujarnya.
Nantikan Sìshu dengan jejak Tionghoa Surabaya. Program ini diproduksi bersama oleh Peraga Indonesia selaku penyelenggara Miss Tionghoa Indonesia dan Puri Aksara Rajapatni Surabaya. (*)