32.8 C
Surabaya
28 April 2025, 17:58 PM WIB

Wali Kota Agustina Wilujeng Pramestuti dan Mimpi Menjadikan Semarang Rumah untuk Semua

METROTODAY, Semarang,- Berkebaya merah Agustina Wilujeng Pramestuti tampil cantik siang itu. Ia sedang memerankan tokoh Kanjeng Tumenggung Mas Ayu Purbodiningrum.

Senyumnya merekah menyambut siapa saja tamu yang datang di acara Dugderan di Semarang. Ini adalah tradisi yang bertahun ratusan tahun lamanya. Dimulai sejak 1881 ketika Kota Semarang dipimpin oleh Kanjeng Raden Mas Arya Purbodiningrat pada 1881. Seremoni yang terawat tersebut sekaligus menyambut 1 Ramadan.

Perayaan Dugderan tersebut juga terasa istimewa. Sebab, perayaan tersebut sekaligus menandai Agustina Wilujeng sebagai perempuan pemimpin Kota Semarang. Itulah hari dimana Agustina berdinas di balai kota.

Prosesi Dugderan diikuti Agustina. Mulai memukul bedug, mengikuti arak-arakan menuju Masjid Agung Semarang, lalu membacakan Suhuf Halaqah yang menandai dimulainya puasa.

Agustina terlihat begitu antusias. Sebagai warga asli Semarang tentu ia sudah lekat dengan perayaan itu.

Ia mengibaratkan bahwa Dugderan bukan sekadar simbol penanda mulainya puasa. Namun, Dugderan melambangkan persatuan yang telah ada.

Semarang, kota yang dipimpinnya kini terdiri dari berbagai rajutan etnis dan kebudayaan. Mulai Jawa, Melayu, Arab hingga Tionghoa.

Lebih dari itu, Semarang juga tempat beragam agama dan keyakinan hidup bersama dan rukun.

Kendati sebagai triple minority, yakni gender, agama dan keturunan ia tetap diterima. Buktinya saat Pilkada, Agustina meraih 57,24 persen suara.

Agustina terbilang dekat dengan kebudayaan. Sebelumnya dia adalah Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, kebudayaan dan pariwisata. Banyak gagasan yang ia telurkan.

Agustina juga politikus yang kenyang pengalaman. Sejak berkuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Diponegoro, Agustina sudah aktif berorganisasi. Melalui partisipasinya di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Agustina belajar kepemimpinan.

Jejak Agustina dalam kebudayaan juga terlihat ketika mengikuti perayaan Tiong Jiu di klenteng Tay Kak Sie.

Ia tak segan-segan menggotong benda-benda adat dalam perayaan itu. Baginya, tradisi itu adalah pengalaman unik dan bernilai.

Bahkan, perempuan yang juga Bendahara PDI Perjuangan Jawa Tengah itu menjanjikan bahwa perayaan Tiong Jiu akan ditetapkan sebagai event tahunan. Begitu senangnya Agustina.

“Ini menyenangkan sekali karena dapat ikut terlibat dalam tari tarian yang menggambarkan perjalanan tradisi,” jelas ibu tiga anak tersebut.

Bahkan, untuk mempererat toleransi antar warga dan meningkatkan kepedulian, Agustina membolehkan rumah dinasnya untuk kegiatan warga.

“Silahkan pakai rumah dinas saya sebagai wali kota untuk kegiatan warga. Pemkot akan memfasilitasinya selama tidak berbenturan dengan kegiatan lain,” katanya.

Mungkin saja, gagasannya tersebut adalah langkah menjadikan Semarang sebagai rumah untuk semua.

Kendati memiliki seabrek aktivitas, namun ia tak melupakan kodratnya sebagai ibu dari anak perempuan dan dua anak lelakinya.

Ia senang mengajak mereka mengikuti kegiatan alam. “Saya senang beraktivitas di alam. Sembari relaksasi menghirup udara segar juga penting untuk menguatkan karakter mandiri anak,” kata peraih gelar doktor ilmu sejarah dari Universitas Diponegoro itu.

METROTODAY, Semarang,- Berkebaya merah Agustina Wilujeng Pramestuti tampil cantik siang itu. Ia sedang memerankan tokoh Kanjeng Tumenggung Mas Ayu Purbodiningrum.

Senyumnya merekah menyambut siapa saja tamu yang datang di acara Dugderan di Semarang. Ini adalah tradisi yang bertahun ratusan tahun lamanya. Dimulai sejak 1881 ketika Kota Semarang dipimpin oleh Kanjeng Raden Mas Arya Purbodiningrat pada 1881. Seremoni yang terawat tersebut sekaligus menyambut 1 Ramadan.

Perayaan Dugderan tersebut juga terasa istimewa. Sebab, perayaan tersebut sekaligus menandai Agustina Wilujeng sebagai perempuan pemimpin Kota Semarang. Itulah hari dimana Agustina berdinas di balai kota.

Prosesi Dugderan diikuti Agustina. Mulai memukul bedug, mengikuti arak-arakan menuju Masjid Agung Semarang, lalu membacakan Suhuf Halaqah yang menandai dimulainya puasa.

Agustina terlihat begitu antusias. Sebagai warga asli Semarang tentu ia sudah lekat dengan perayaan itu.

Ia mengibaratkan bahwa Dugderan bukan sekadar simbol penanda mulainya puasa. Namun, Dugderan melambangkan persatuan yang telah ada.

Semarang, kota yang dipimpinnya kini terdiri dari berbagai rajutan etnis dan kebudayaan. Mulai Jawa, Melayu, Arab hingga Tionghoa.

Lebih dari itu, Semarang juga tempat beragam agama dan keyakinan hidup bersama dan rukun.

Kendati sebagai triple minority, yakni gender, agama dan keturunan ia tetap diterima. Buktinya saat Pilkada, Agustina meraih 57,24 persen suara.

Agustina terbilang dekat dengan kebudayaan. Sebelumnya dia adalah Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, kebudayaan dan pariwisata. Banyak gagasan yang ia telurkan.

Agustina juga politikus yang kenyang pengalaman. Sejak berkuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Diponegoro, Agustina sudah aktif berorganisasi. Melalui partisipasinya di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Agustina belajar kepemimpinan.

Jejak Agustina dalam kebudayaan juga terlihat ketika mengikuti perayaan Tiong Jiu di klenteng Tay Kak Sie.

Ia tak segan-segan menggotong benda-benda adat dalam perayaan itu. Baginya, tradisi itu adalah pengalaman unik dan bernilai.

Bahkan, perempuan yang juga Bendahara PDI Perjuangan Jawa Tengah itu menjanjikan bahwa perayaan Tiong Jiu akan ditetapkan sebagai event tahunan. Begitu senangnya Agustina.

“Ini menyenangkan sekali karena dapat ikut terlibat dalam tari tarian yang menggambarkan perjalanan tradisi,” jelas ibu tiga anak tersebut.

Bahkan, untuk mempererat toleransi antar warga dan meningkatkan kepedulian, Agustina membolehkan rumah dinasnya untuk kegiatan warga.

“Silahkan pakai rumah dinas saya sebagai wali kota untuk kegiatan warga. Pemkot akan memfasilitasinya selama tidak berbenturan dengan kegiatan lain,” katanya.

Mungkin saja, gagasannya tersebut adalah langkah menjadikan Semarang sebagai rumah untuk semua.

Kendati memiliki seabrek aktivitas, namun ia tak melupakan kodratnya sebagai ibu dari anak perempuan dan dua anak lelakinya.

Ia senang mengajak mereka mengikuti kegiatan alam. “Saya senang beraktivitas di alam. Sembari relaksasi menghirup udara segar juga penting untuk menguatkan karakter mandiri anak,” kata peraih gelar doktor ilmu sejarah dari Universitas Diponegoro itu.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/