METRO TODAY-JAKARTA – Nama musisi sekaligus penulis Fiersa Besari akhir-akhir ini trending dan banyak dibicarakan di media sosial dan media massa.
Pasalnya, baru-baru ini ia disebut berada dalam rombongan pendaki puncak Carstensz Pyramid di Gunung Puncak Jaya di Mimika, Papua, yang mengalami musibah karena masalah kesehatan dan menyebabkan dua orang meninggal dunia.
Fiersa pun baru baru ini menuliskan kronologi lengkap kejadian tersebut di akun Instagramnya @fiersabesari, Senin (3/3).
Ia pun menjelaskan bahwa dirinya tidak berada dalam satu rombongan dengan korban yang mengalami musibah. Ia juga mengungkap kronologi dan penyebab meninggalnya kedua korban.
Sebelumnya, pendakian di Carstensz Pyramid ini menyebabkan dua orang pendaki perempuan meninggal dunia pada Sabtu (1/3). Keduanya adalah dua sahabat dari Bandung, yakni Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono.
Seperti yang diketahui, Fiersa Besari yang juga dikenal sebagai pecinta alam dan pendaki gunung diketahui juga tengah melakukan pendakian di puncak tersebut untuk merayakan ulang tahunnya.
Namun, Fiersa Besari bisa selamat dan pulang hari ini (4/3). Meski, ia mengaku sempat terjebak di basecamp Yellow Valley (YV) karena cuaca buruk.
“Saya ingin meminta maaf karena baru mengabari perihal situasi Carstenz Pyramid (puncak tertinggi Indonesia dengan nama lain Puncak Jaya), karena kami yang berada di basecamp Yellow Valley (YV) pun merasa sangat syok dan berduka atas tragedi yang telah terjadi,” tulisnya.

Fiersa pun menjelaskan bahwa dirinya dan kedua korban berada di tim pendaki yang berbeda di Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid.
“Jika boleh melengkapi informasi, saya tergabung dalam tim yang terdiri dari tiga orang. Sementara Bu Lilie dan Bu Elsa tergabung dalam tim yang terdiri dari empat orang (beda tour operator). Kami ditemani para guide.”
“Selain kami dan tamu-tamu WNA, hari itu (28 Februari 2025) ada juga tamu dari pihak Balai Taman Nasional yang turut mendaki,” tambahnya.
Fiersa pun menjelaskan bahwa penyebab meninggalnya Lilie dan Elsa diduga akibat hipotermia atau kedinginan setelah terjebak di tebing dalam waktu yang lama.
Selain kedua korban, tiga pendaki lainnya juga sempat mengalami nasib yang sama namun berhasil diselamatkan oleh para relawan.
“Bersama orang-orang di YV, kami mengontak korban yang terjebak dengan menggunakan HT agar tetap merespons. Sampai akhirya, para korban berhasil dievakuasi oleh relawan lokal dan internasional pada 1 Maret 2025. Alhamdulillah, ketiganya selamat meskipun sempat kritis,” jelas Fiersa.
Penembang Waktu yang Salah ini pun mengingatkan risiko mendaki gunung di puncak tertinggi di Indonesia seperti Carstensz Pyramid yang memiliki ketinggian 4.884 MDPL itu.

“Mungkin yang tidak diketahui kawan-kawan yang kurang familier dengan dunia pendakian, Carstensz Pyramid berbeda dengan gunung di Indonesia pada umumnya. Medan tebing curam dengan ketinggian 600-an meter, mewajibkan kita untuk lancar menggunakan alat-alat tali untuk naik dan turun sebagai safety procedure.”
“Sebagai catatan, di ketinggian di atas 4000-an MDPL, apalagi dalam cuaca buruk, kita memang tidak boleh diam terlalu lama, sebab rentan terkena hipotermia,” paparnya.
Di akhir tulisannya, Fiersa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses evakuasi.
Ia juga meminta masyarakat untuk menahan diri dari membuat komentar yang tidak menunjukkan empati seperti asumsi atau teori yang tidak berdasar.
“Pakai energi untuk berdoa. Beri ruang untuk keluarga dan kerabat yang berpulang untuk berduka. Terima kasih banyak atas perhatiannya. Salam lestari, Fiersa Besari,” tutupnya.
Saat ini, seluruh pendaki termasuk kedua korban meninggal dunia telah berhasil dievakuasi kembali ke Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Jenazah kedua korban juga telah tiba di Bandara Soekarno Hatta dan dipulangkan ke rumah duka masing-masing di Bandung (Lilie Wijayanti) dan Jakarta (Elsa Laksono).
Tragedi ini menjadi pengingat akan risiko besar yang bisa dihadapi para pendaki, khususnya di medan seekstrem Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya yang berada di gugusan pegunungan Jaya Wijaya atau Barisan Sudirman di Mimika, Provinsi Papua Tengah. (*)