METRO TODAY, JAKARTA – Dalam dua bulan awal 2025, Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Kamboja menghadapi tekanan luar biasa. Lebih dari 800 laporan terkait Warga Negara Indonesia (WNI) bermasalah diterima melalui telepon darurat, kunjungan langsung, maupun koordinasi dengan pihak berwenang setempat.
Angka ini tiga kali lipat lebih tinggi daripada periode sama tahun sebelumnya, mencerminkan krisis yang kian mengkhawatirkan. Sebanyak 75% kasus yang ditangani KBRI terkait praktik penipuan digital.
Modus operandi yang dominan adalah iming-iming pekerjaan dengan gaji menggiurkan tanpa syarat ketat. Banyak korban terperangkap dalam jaringan kriminal transnasional setelah tergiur tawaran “kerja mudah” tersebut.
“Pelaku sering menjerat korban dengan janji palsu. Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah Kamboja dan Kementerian terkait di Indonesia, tetapi edukasi masyarakat adalah pertahanan utama,” kata Dubes RI untuk Kamboja, Dr. Santo Darmosumarto, dalam keterangan resminya.
Statistik menunjukkan tren yang mengerikan. Pada 2020, hanya 56 kasus WNI bermasalah yang tercatat. Namun, angka ini meledak menjadi 3.310 kasus pada 2024—naik lebih dari 60 kali lipat. Peningkatan ini paralel dengan pertumbuhan populasi WNI legal di Kamboja yang mencapai 131.000 jiwa, terutama di kota-kota seperti Sihanoukville, Poipet, dan Phnom Penh.
Selain penipuan pekerjaan, KBRI juga menemukan praktik kejahatan baru yang menyasar korban yang sedang dipulangkan. “Ada oknum mengklaim sebagai staf KBRI dan meminta biaya untuk mempercepat proses kepulangan. Kami tegaskan: repatriasi tidak dipungut biaya!” tegas Dubes Santo.
Masalah lain yang dihadapi adalah WNI yang kembali ke Kamboja usai dipulangkan. “Mereka terjebak dalam siklus yang sama. Kami mendorong mantan korban untuk membuka lembaran baru di Indonesia,” tambah Dubes Santo.
Sebagai respons, KBRI mengimbau:
- WNI di Kamboja segera lapor diri via hotline +855 12 813 282 atau datang langsung ke kedutaan.
- Waspada tawaran kerja dengan gaji tinggi tanpa prosedur resmi.
- Tidak mudah percaya pada pihak yang mengatasnamakan KBRI untuk urusan finansial.
Dubes Santo menekankan, penanganan masalah ini memerlukan sinergi multisektor. “Kami bekerja sama dengan kepolisian Kamboja, Kementerian Luar Negeri RI, dan lembaga anti-trafficking. Namun, partisipasi masyarakat dalam melaporkan kasus sangat vital,” paparnya.(*)