METROTODAY, JAKARTA – Dewan Pers meminta teror berupa pengiriman kepala babi ke kantor media Tempo dan ditujukan kepada jurnalis Francisca Christy Rosana pada Kamis (20/3) diusut tuntas agar kejadian serupa tidak terulang.
“Terkait peristiwa tersebut, Dewan Pers meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku teror. Kenapa? Karena jika dibiarkan, ancaman dan teror seperti ini akan terus berulang,” ucap Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/3).
Ninik menjelaskan, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan dijamin sebagai hak asasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh sebab itu, Dewan Pers menyayangkan insiden tersebut.
Menurut Ninik, wartawan dan media massa bisa saja melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya. Namun, melakukan teror terhadap jurnalis maupun media atas kesalahan tersebut tidak dapat dibenarkan.
Pihak yang merasa keberatan atau dirugikan atas produk jurnalistik sejatinya dapat menempuh mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yakni menggunakan hak jawab atau hak koreksi.
Dewan Pers menganjurkan Tempo melaporkan insiden teror tersebut kepada aparat keamanan dan penegak hukum. Sebab, teror dan intimidasi merupakan tindak pidana.
“Perlu saya sampaikan pada pukul 10.00 WIB tadi, teman-teman Komite Keselamatan Jurnalis dan Tempo juga secara formal sudah melakukan pelaporan ke Polri,” tutur Ninik.
Lebih lanjut, Dewan Pers mengimbau semua pihak agar tidak lagi menggunakan cara-cara yang tidak selaras dengan kemerdekaan pers dalam mengajukan keberatan atas pemberitaan atau karya jurnalistik.
Di sisi lain, Dewan Pers mengimbau wartawan dan media massa tidak takut terhadap berbagai ancaman dan tetap bekerja secara profesional.
“Pers juga tetap kritis dalam menyampaikan pesan kebenaran serta masukkan terhadap pembuat kebijakan sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi secara utuh dan dari berbagai pihak,” demikian Ninik.
Ninik juga mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan upaya untuk menguatkan mekanisme pelindungan bagi jurnalis dan media massa guna meminimalkan intimidasi dan kriminalisasi terhadap pers.
Upaya penguatan tersebut setidaknya ditempuh melalui perjanjian kerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk salah satunya kepolisian.
“Kepolisian sudah ada dengan Dewan Pers, ada MoU (nota kesepahaman), sehingga mengurangi intensitas kriminalisasi terhadap kerja-kerja jurnalistik. Yang dikriminalisasikan bukan hanya jurnalisnya, kadang-kadang medianya juga,” kata Ninik.
Selain dengan kepolisian, Dewan Pers juga menjajaki penguatan kerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dewan Pers mengupayakan agar LPSK tidak hanya melindungi manusia, tetapi juga alat kerja.
“Karena kekerasan yang dilakukan terhadap wartawan itu khas. Yang dirusak itu bukan hanya manusianya, tapi alat kerjanya,” imbuh Ninik.
Di sisi lain, kata dia, Dewan Pers turut bekerja sama dengan Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Hal ini mengingat kekerasan terhadap jurnalis perempuan cenderung tinggi dibanding jurnalis laki-laki.
“Jumlahnya lebih banyak jurnalis laki-laki, tapi kekerasan yang dialami jurnalis perempuan itu khas, 87 persen itu mengalami pelecehan seksual, termasuk di ruang siber,” kata Ninik.
Di samping itu, Dewan Pers juga melibatkan kejaksaan dan Mahkamah Agung karena bentuk kriminalisasi kepada jurnalis potensial dilakukan melalui pelaporan dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ia menjelaskan, jurnalis termasuk ke dalam kategori pembela hak asasi manusia (human rights defender). Sebab, jurnalis bekerja dengan menjalankan prinsip-prinsip demokrasi untuk menjembatani kepentingan rakyat.
Dewan Pers, kata dia, diberi mandat untuk memastikan kesejahteraan jurnalis. Kesejahteraan dimaksud bukan hanya mengenai upah dan jaminan kesehatan, tetapi juga keselamatan saat bekerja dan alat kerja.
Dia pun menekankan bahwa keselamatan jurnalis menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, penegak hukum, dan institusi media itu sendiri. (*)